RUANG LINGKUP AGAMA
1. MANUSIA DAN AGAMA
Manusia dan Agama adalah ikatan kehidupan yang penting untuk mengarungi kehidupan,dan dibagi diantaranya:
a. Manusia dan alam semesta
b. Manusia menurut Agama Islam
c. Agama arti dan ruang lingkupnya
d. Hubungan manusia dan agama
2. AGAMA DAN AGAMA ISLAM
Agama adalah keyakinan suatu makhluk kepada Sang Penciptanya,dibagi diantaranya:
a. Arti dan ruang lingkup agama islam
b. Klasifikasi dalam agama islam
c. Agama Islam dan IPTEK
Sosialnya makhluk dengan binatang ada banyak persamaan,diantaranya yang membedakan yaitu:
a. Mengembangkannaluri
b. Etika
c. Peradaban
Agama itu suatu keyakinan manusia mencapai hidup yang benar menurut Zat Yang Maha Tinggi.
Unsur pokok dari agama itu yaitu:
a. Sistem oredo (keyakinin)
b. Sistem ritus (Peribadatan)
c. Sistem norma (tatakaidah)
Faktor dari agama itu adalah:
- adanya keyakinan
- adanya syariat (ibadah)
- adanya rosul (utusan)
- adanya kitab suci
Ada 3 Pilar dalam Islam yaitu:
a. Akidah adalah ilmu tentang tauhid Keesaan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Syariat adalah nilai dalam peribadatan.
c. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan sehingga menimbulkan perbuatan.
Keyakinan/nilai
keimanan harus all out atau kaffah “menyeluruh” ibarat akidah itu
akar,syariat tangkai dan daun dan sedangkan akhlak sendiri buah
perbuatan tersebut.
Dalam 3 pilar islam haru diwujudkan dengan proses pelaksanaan dari akidah dan syariat lalu menghasilkan akhlakul kharimah.
Unsur kebahagiaan bukanlah dinilai dengan materi tetapi hidup yang mempunyai tujuan bahagiah didunia dan akhirat.
Pertanyaan:
Bagaimana
caranya kalo kita banyak pekerjaan yang padat setiap hari biar tetap
semangat..??? jawab.. lakukanlah dengan ikhlas semangat dan nikmatilah
segala sesuatunya dengan cinta.
KLASIFIKASI AGAMA
Yaitu meliputi:
a. Agama wahyu
b. Agama budaya
AGAMA ISLAM DAN IPTEK
Agama islam adalah wahyu dari Allah yang lewat malaikatnya kepada rosul.
Ilmu pengetahuan adalah pikiran manusia yang hasil dari penyelidikkan dan analisis.
Sedangkan teknologi adalah suatu alat kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan kepada Allah.
SUMBER AGAMA ISLAM
Terdiri dari:
a. Al Qur’an
b. Al Hadist
c. Ijtihad
Janganlah jadi mahasiswa yang instan dan bermalas malasan dan siap untuk bersaing!
Pembahasan: AQIDAH
‘Aqidah
(اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata
al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ)
yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu
(اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
[1]
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi,
‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada
Allah ازوجلّ dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan
taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya,
Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh
apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’
(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan
menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush
Shalih.
"Dan
barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69
Pembagian Aqidah
Walaupun
masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat
Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman,
yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan
kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar
adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini
termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut
pembagian ulama:
Pertama: Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua:
Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya,
yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai
dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga:
Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan
sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan
Allah Subhanahu wa Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman
kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam
Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi,
qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di
samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada
seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh
dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir
baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk
lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid
itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah
Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah
istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah
kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam
kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini
adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke
dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.
Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin
Abdul Qadir Jawas]
Perkembangan Aqidah
Pada
masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri
karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan
faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita
dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan
keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah,
pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman
-pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan
Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu
Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang
menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang
menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan
oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1
hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam
karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid,
ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi
Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah
(mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang
menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang
atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi
abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah
Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin.
Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan
pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan
yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah
yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit
personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor
diantaranya :
1.
Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya
pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi
bahkan menentang aqidah yang benar.
2.
Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak
aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang
keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat
Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka,
"Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak),
tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk."
3.
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui
seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga
apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4.
Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang
sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara
dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena
menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah.
Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai
ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah
dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan
para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa',
Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5.
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau
terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan
para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah
dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6.
Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran
Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi
Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak
terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang
meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila
anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh
acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain
sebagainya.
7.
Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam
pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2
jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang
kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak
tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak
ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif
dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan
mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali
dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan
akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya :
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan
juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Akidah
Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina
setiap individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan
dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya
yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan
serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya. Atas dasar
ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan
mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam.
Demi
membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya
tentang sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh
orang-orang sebelumnya dan meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam
setiap zaman dan keselarasannya dengan segala era.
Kita
bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di
berbagai sisi dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
1. Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah
menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan
yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa
diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa
ia mampu untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari
rahmat Allah dan ampunan-Nya
Akidah
telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para
penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah
juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan
itu dengan hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu
tidak menimbulkan kekacauan.
Begitu
juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu,
menyembah fenomena-fenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan
yang tidak benar.
Melalui
proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan
manusia. Ia memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui
peranannya dan membuka cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping
itu, akidah juga membuka jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari
jeratan ruang lingkup indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya
yang luar biasa untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap
cakrawala raya dan diri mereka, serta menjadikan renungan (tafakkur)
ini sebagai ibadah yang paling utama.
Tidak
sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap
rahasia-rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa
terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat
guna mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya
untuk setiap masa dan tempat.
Dari
sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan dan
mengikat ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu
pengetahuan dari iman akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah
juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti
untuk menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid
dalam hal itu.
2. Dalam Sisi Sosial.
Akidah
telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat
masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya,
dengan mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang mereka
miliki demi agama dan kepentingan sosial.
Akidah
telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara
ketamakan manusia akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa
berkorban demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli
sosial dalam diri setiap individu.
Akidah
telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap
individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung
jawab terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan
mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu muslim untuk hidup
bersama.
Dari
sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial
antar anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang
berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin
menjadi hubungan yang berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu takwa,
fadhilah dan persaudaraan antar manusia. Akidah telah berhasil merubah
kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda masyarakat
insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan ini,
mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain. Di
samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi
Jahiliah yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
3. Dalam Sisi Kejiwaan.
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana sedang menimpa.
Dalam
hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk
meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara
tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat
derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali
menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk
mencari kesenangan dan ketentraman di dunia ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di dunia.
Dan
di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap
musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah
terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama.
Dari
sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan
yang dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan
menjadikannya cemas dan bingung.
Begitu
juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena tanpa
tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya,
dan tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari
pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa
penyakit-penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan
egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan
politik yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di
Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Ali a.s.
4. Dalam Sisi Akhlak.
Akidah
memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim
sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan
dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut
tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil
rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah
dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan
demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia.
Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembahasan: SYARIAH
Syariah
adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia
di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syariah
Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk
mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya
: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan
apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu :
Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (Quran surat
Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya
: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya
tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka
dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh
azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18
Artinya
: Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan) dari
urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Qur’an Surat Al-Jatsiyah
ayat : 18).
A. Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan
Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin
bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah
ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan
hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa
setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan
merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter
dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai
contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi,
dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan)
apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal,
maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan,
kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.
B. Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
1.
Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum,
pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat,
I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan
mayit, dan lain-lain.
2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2.
Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang
lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti),
diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang,
simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang,
pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan
lain-lain.
3.
Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan
dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah,
penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung
dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah,
wasiyat, dan lain-lain.
4.
Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya :
qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad,
khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5.
Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik),
diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul
ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan
lain-lain.
6.
Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur,
sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen),
syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan
lain-lain.
7.
Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan,
berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim,
mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.
C. Sumber-Sumber Syariah
1.
Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2.
Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan
dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
3.
Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk
menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
D. Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya,
apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat
dosa.
2.
Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh,
minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
4.
Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk
ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala
dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan
bau-bauan, dan lain-lain.
E. Ibadah Sebagai Bagian Dari Syariah
Syariah
mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan
patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah
dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur
sedemikian rupa oleh Syariah Islam. Esensi ibadah adalah penghambaan
diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan kelemahan dan
keterbatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah. Dengan demikian
salah satu bagian dari syariah adalah ibadah.
Secara
umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan
yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah
yang dimaksud dengan tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah
dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyah ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyat : 56).
Secara
khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah
Allah SWT dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti
shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan
dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang
kuat maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan
Allah SWT.
Pembahasan: AKHLAK
Akhlak
(Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan
agama). Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak
dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian
ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman
Allah SWT yang merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul
Allah [1]. Dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut :
والك لعلر حلق عطلم(المملع. ٦٨:٤)
Atrinya
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam, 68 :4) [2]”
Beberapa
istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa
arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang
buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan
dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna
memelihara hubungan baik antar mereka.
Ulamah
akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia
merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir.
Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang
yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir.
Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan.
Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam
teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil
pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah
sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak”
(HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu
maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa
pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk
normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan
kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa
nasihat dan pendidikan.
Menurut
Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia,
ada issyarat dalam Al-Quran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada
kebajikan. Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu
adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka
artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam
menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali
kepada kesuciannya.
Ukuran Baik dan Bururk. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak. Mereka terbagi menjadi tiga golongan
Golongan
pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada
abad ke-8, didirikan oleh wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]),
berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk akhlak adalah esensinya. Untuk
ini mereka membagi akhlak yang menuntut esensinya adalah buruk dan Allah
SWT pasti melarangnya, seperti besikap jujur dan adil. Ada akhlak yang
menurut esensinya bisa baik dan buruk, seperti membunuh.
Golongan
kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur Muhammad
al-maturidi [w. 333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan
golongan Muktazilah. Hanya saja mereka, berbeda pendapat tentang
tanggung jawab terhadap akhlak tersebut. Menurut mereka, akal tidak
dapat menetapkan kewajiban, yang menetapkan kewajiban adalah syarak.
Manusia akan dimintai pertanggung jawaban hanya atas dasar kesadaran
etisnya yang diperoleh melalui syarak.
Golonga
ketiga, Asy’ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin
Ismailal-Asy-ari [260H/873 M-324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih,
berpendapat bahwa baik dan buruk akhlak ditentukan olej syarak. Apa
yang diperintahkan adalah baik dan yang dilarangnya adalah baik dan apa
yang dilrangnnya adalah buru. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban
diperoleh melalui syarak.
Al-Quran
meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau
buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya
itulah manusia dan diminta pertanggung jawabannya diakherat atas segalah
tingkah lakunya [3]. Allah SWT berfirman.
Artunya :
Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa) : "Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
(Q.S Al Baqarah 2 : 286 [4])
Sumber
Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran
islam. Sumber pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika
ditanya para sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW Aisyah berkata adalah
: “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran”(H.R Ahmad bin Hanban). Adapun
sumber kedua adalah keteladanan yang dicontohkan oelh Rasulullah SAW
kepada umatnya, sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT di dalam
firman-Nya.
Artinya :
Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. : (Q.S Al-Ahzab. 33 : 21) [5].
Sasaran
Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga
sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab
terhadap lingkungannya.
Akhlah
terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia
terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang memiliki segalah sifat terpuji dan
sempurna.
a. Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
b. Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
c. Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a. Akhlak terhadap Oran Tua diantaranya sebagai berikut :
1. Memelihara keridaan orang tua
2. Berbakti kepada orang tua
3. Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
b.
Akhlak terhadap kaum kerabat. Akhlak yang paling utama terhadap kaum
kerabat ialah mengadakan hubungan silaturahmi dan berbuat ihsan (baik)
terhadap mereka, seperti mencintai mereka serta turut merasakan suka dan
duka mereka. Diatara ayat-ayat yang berbicara tentang akhlak ini ialah
surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra’d (13) ayat 25, surah
al-israh (17) ayat 26, dan surah Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist
Nabi SAW yang berbicara tentang akhlak ini ialah “Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhirmaka hendaklah ia mengadakana hubungan
silaturrahmi” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
c. Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah sebagai berikut.
1. Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan
2.
Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan
*takziah ketika tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia
ketika tetanggany mendapat kegembiraan, menjenguknya ketika sakit,
menolongnya ketika dimintai tolong.
Ahklah
terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah
sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang,
tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa.
Akhlak
yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi
manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut adanya interaksi antara
manusia dan alam. Khalifah mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan
bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu
adalah umat seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada
binatangbinatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S. 6:38).
Oleh sebab itu menurut Al-Qurtubi, makluk-mahluk itu tidak boleh
diperlukan secara aniayah [6].
Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya. (Q.S. Al-Ahqaaf. 46:3) [7].
$tB
$oYø)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tBur !$yJßgoYøŠt/ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/
9@y_r&ur ‘wK|¡•B 4 tûïÏ%©!$#ur (#rãxÿx. !$£Jtã (#râ‘É‹Ré&
tbqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ
Artinya :
Kami
tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.
dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada
mereka.
M.
Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak
hanya dituntut untuk tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang
dimilikinya, tetapi juga dituntut untuk memperhatikan apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, pemilik ala mini. Manusia
ditutntu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok
saja tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan demikian, manusia
diperintahkan bukan untuk mencari kemenagan, tetapi keselarasan dengan
alam.
Kitab
Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk
perbuatan seperti dikemukakan diatas, didalam islam terdapat juga
petunjuk untuk memiliki perangai seperti sabar, ramah, ikhlas, pemaaf,
jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari perangai yang
buruk sepertipemarah, pendendam, dan berdusta.
Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan akhlak antara lain sebagai berikut.
1.
Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim
Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad
Al-Qusyairi (376 H/986 M-465 H/1074 M). kitab ini membahas antara lain
tingkah laku, prinsif dan sifat sufi, serta kode etika para pelajar.
2.
Ihya Ulum Ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali.
Kitab yang terdiri atas 4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian
pertama mengupas masalah ibadah dengan segala rahasianya. Bagian kedua
membahas masalah adat dan muamalah. Bagian ketiga menyajikan hal-hal
yang dapat merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela. Bagian keempat
menguraikan hal-hal yang menyelamatkan manusia dalam berbagai kerusakan,
termasuk akhlak terpuji.
3.
Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan
hadist dan doa tentang aktivitas sehari-hari, latihan rohani, etika
umum, dan lain-lain yang mempererat hubungan manusia dengan Tuhan dan
sesamanya.
4.
Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya).
Karya Ayekh Abdurrahman Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak
konteporer asal Suriah). Materinya antara lain dasarnya akhlak yang
digalidari Al-Quran dan hadis petunjuk praktis penerapan akhlak, dan
pendidikan akhlak [8].
B. Pendidikan Islam
Pendidikan
islamadalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang
sesuai dengan ajaran islam atau suatu upaya dengan ajaran islam memiliki
nilai-nilai islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
islam.
Sebagai
aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan
keperibadian tentunya pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk
member arah bagi programnya sebab dengan adanya dasar juga berfungsi
sebagai sumber semua peraturan yang akan diciptakan sebagai pegangan
lengah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah menentukan arah usaha
sersebut.
Urutan
prioritas pendidikan islam dalam upayah pembentukan kepribadian muslim,
sebagaimana di ilustrasikan berturut-turut dalam al-quran surat Lugman
mulai ayat 3 dan seterusnya adalah [9].
1. Pendidikan keimanan kepada Allah SWT
Artinya :
Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya : "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". (Luqman ayat 13) [10].
Pendidikan
yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah pembentuka keyakinan
kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan
kepribadian.
2. Pendidikan Akhlaqul Karimah
Sejalan
dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan
juga usaha membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah
merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antar
sesamanya.
Akhlak
termasuk diantara makana yang terpenting dalam hidup ini tingkatnya
berada sesudah keimanan atau kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya,
Rasul-rasulnya, hari akhir yang terkandang hasyar, hisab, balasan
akhirat dan qada dan qadar Allah. Apabila beriman kepada Allah dan
beribadah kepadanya pertama-tama berkaitan rapat antar hubungan hamba
dan Tuhannya, maka akhlak pertama sekali berkaitan dengan hubungan
Muamalah Manusia dan orang-orang lain, baik secara individu maupun
kolektif. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada
penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya, tetapi
melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segalah yang
terdapat dalam wujud dan kehidupan ini malah melampawi itu yaitu
mengatur hubungan antar hamba denga Tuhannya [11].
Artinya :
Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman
18) [12].
Selanjutnya,
tentang pendidikan (Pendidikan Islam) Al-Quran, antra lain berbicara
mengenai : karakteristik sejarah dan medan pendidikan.
1. Karakteristik Pendidikan Islam
Pendidikan islam bukannya hanya pendidikan akhlak aqiqah dan ibadah saja, melaikan lebih luas, yakni :
a. Pendidikan Islam mencakup seluruh aspek manusia
b. Pendidikan Islam mencakup kepentingan hidup dunia dan akhirat.
c.
Pendidikan Islam berlangsung terus-menerus sejak masih dalam kandungan
ibu sampai masuk liang lahat, setiap orang selalu terlebit dalam proses
pendidikan baik sebagai terdidik maupun pendidik.
d.
Sistem Pendidikan islam menuju keselarasan kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat. Segi-segi pendidikan islam diatas pada satu perinsip :
Al-Quran
dan pendidikan islam mempelihara dan memperhatikan Fitnah Manusia, pada
islam sengaja direncanakan oleh Allah intik selaras, relevan dan sesuai
dengan fitnah tersebut. Sehingga dikatakan bahwa fungsi pendidikan
menurut Al-Quran adalah : usaha dan upaya manusiakan manusia. Dan oleh
karena itu fitnah manusia itu selalu cendrung kepada Al-Haq atau
Al-Islam, maka pendidikan menurut Al-Quran adalah menuju terbentuknya
pribadi Muslim Paripurna. (Ali Khalil Abu Al-Ainain, 1980 : 147-148)
2. Sasaran Pendidikan Islam
Dari
segi salah satu esensi penting pendidikan yakni pertumbuhan dan
perkembangan, maka sasaran pendidikan merupakan persoalan asasi dan
menyangkut masalah ini dan nilai Qurani terdiri atas dua tingkat :
a.
Nilai-nilai Rohaniah, berupa “Imam” (Tauhid), yakni merupakan motivasi
dasar dari seluruh aktivasi manusia, melahirkan keikhlasan.
b.
Nilai-nilai pengabdian (Ubudiyah) terdiri dari nilai-nilai moral
(Akhlak), nilai individu , nilai-nilai social (Masyarakat)
3. Medan Pendidikan Islam
Menurut ajaran Islam, medan pendidikan adalah :
a. Pendidikan Jasmani
b. Pendidikan Rasio
c. Pendidikan Aqidah
d. Pendidikan moral (Akhlak)
e. Pendidikan Kreatifitas
f. Pendidikan Seni
g. Pendidikan Sosial
Islam
menilai Pendidikan Jasmani sebagai cukup penting karena jasmani manusia
ikut member adil dalam upaya penuaian, tugas hidup manusia pendidikan
rasio, tidak hanya bermaksud agar manusia maupun berfikir saja,
melainkan lebih dari, dengan kemampuan berfikir manusia akan lebih baik
dalam mengenal dan selanjutnya mengabdikan dirinya kepada khaliqnya arah
pendidikan kreatifitas adalah agar manusia mampu mengajarkan akhlak
kepada dirinya sendirinya. Sedangkan pendidikan (Terbentuknya manusia
pengabdi yang Shalih), juga dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan
sosial amat penting artinya bagi penuaian tugas ibadah dalam dimensi
sosial [13].
Adapun
tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri
yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah.
(Al-karimah1979).
Misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-Syaibany, 1979)
Dan
tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam
tugas kenabian, yang diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam
pernyataan beliau : “sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing
mausia mencapai akhlak yang mulia” (Al-Hadist) faktor kemulian akhlak
dalam pendidikan islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan
keberhasilan pendidikan yang menurut pandangan islam berfungsi
menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera
dudunia dan kehidupan akherat.
Dua
sasaran pokok yang akan oleh pendidikan islam tadi, kebahagian dunia
dan kesejahteraan akhir, memuat sisi-sisi penting. Dan bagian ini
dipandang sebagai nilai lebih dari pendidikan islam disbanding dengan
pendidikan non islam. Nilai lebih tersebut terlihat bahwa pendidikan
islam dirancang agar dapat merangkum tujuan hidup manusia sebagai mahluk
ciptaan tuhan yang pada hakikatnya tunduk pada hakikat penciptaanya.
1. Tujuan Pendidikan islam itu bersifat fitnah yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan dengan fitnah kejadiannya.
2. Tujuan pendidikan islam menentang dua dimensi yaitu tujuan akhir bagi keselamatan hidup didunia dan diakhirat.
Prof.
Mohammad athiyan Al-Brosyi dalam kejadiannya tentang pendidikan islam
telah menyimpulkan 5 (Lima) tujuan yang asasi bagian pendidikan islam
yang diuraikan dalam “At-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa-Falsafatuha”. Yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan diakhirat [14].
Dalam
kaitannya dengan evaluasi pendidikan islam telah menggariskan tolak
ukur yang serasi dengan tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek,
yaitu membimbing manusia agar hidup selamat didunia maupun tujuan jangka
panjang untuk kesejahteraan hidup akhirat nanti. Kedua tujuan tersebut
menyatu dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlak yang mulia terlihat dalam penampilan sikap pengabdiannya kepada
Allah SWT dan kepada lingkungannya bauk kepada sesama manusia, maupun
terhadap kepada alam sekitarnya. Oleh karena itu dalam pendidikan islam
evaluasi lebih ditekankan pada penguasa sikap (aspek efektif) ketimbang
pengetahuan (aspek kognitif).
Akhlak
yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai
akhlak sebagai bagian yang seharusnya dijadikan landasan bagian sistem
pendidikan islam, hingga dalam pelaksanaan seseorang muslim maupun
menempatkan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi dan untuk
memakmurkan kehidupan di bumi dan menghindarkan segala bentuk perbuatan
yang mengarah kepada kerusakan [15].
C. Akhlak Dalam Pandangan Islam
Untuk
menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, ada satu topik penting yang
banyak dibicarakan orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan
masyarakat ataupun individu. Topik tersebut adalah tentang akhlak dalam
pandangan islam.
Seperti
telah diketahui agama islam mengatur hubungan manusia dengan
penciptanya hubungan manusia dengan dirinya serta hubungan manusia
dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan penciptanya dalam masalah
akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya diatur dengan hukum
akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian, selain itu hubungan manusia
dengan sesamanya, diatur dengan hukum muamalah dan uqubat.
Islam
telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan
menitik beratkan perhatian kepada umat manusia serta integal, tidak
terbagi-bagi dengan demikian, kita melihat islam menjelaskan persoalan
dengan metode yang sama yaitu membangun semua solusi persoalan tersebut
diatas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia akan
hubungan dengan Allah kemudian dijadikan asa peradapan islam asas syarat
islam dan asas negara.
Masyarakat
tegak dengan peraturan-peraturan hidup serta dipengaruhi oleh perasaan
dan pemikiran yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup
yang dapat menggerakan masyarakat. Karena itu, yang menggerakkan
masyarakat.bukanlah akhlak melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan
ditengah masyarakat, pemikiran-pemikiran dan perasaan yang ada pada
masyarakat [16].
Pembahasan: KEADILAN, KEPEMIMPINAN DAN KERUKUNAN
Ketiga
istilah diatas berkaitan satu sama lain, ia bisa berhubungan dengan
politik, kemasyarakatan dan agama. Dalam hal ini, sesuai dengan
pembidangan, peninjauan bahasan tentu banyak berorientasi pada agama.
1. Masalah Keadilan
Keadilan
berasal dari kata adil, dalam istilah / ta’rif bahasa Arab, “Wadh’u
syai’in fi mahalliha“. Artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Artinya keadilan adalah suatu sikap dan tindakan proporsional. Keadilan
suatu nilai yang selalu didambakan dan sekaligus diperjuangkan
kehadirannya. Keadilan harus dijabarkan dalam semua keadaan. Sebab
keadilan adalah kebajikan utama ummat manusia yang keberadaannya mutlak
diperlukan sepanjang sejarah.
Agama
Islam adalah agama yang menegakkan keadilan, keadilan yang tidak
pandang bulu, siapa yang bersalah dihukum, yang berjasa diberi imbalan,
tangan mencencang, bahu memikul, tiba di mata tidak dipicingkan, tiba di
perut tidak dikempiskan dan seterusnya.
Masalah keadilan ini Allah berfirman dalam Al Qur’an ayat 8 surah Al-Maidah :
Artinya
: “Wahai orang-orang yang beriman ! Hendaklah kamu menjadi pembela
bagi Allah, menjadi saksi dengan keadilan, janganlah kebencian kamu
kepada suatu kaum menyebabkan kamu menyimpang dari keadilan, berlaku
adillah kamu, itulah lebih dekat kepada taqwa, dan takutlah kamu kepada
Allah, bahwasanya Allah membalasi apa-apa yang kamu perbuat“.
Dan
di dalam hadits Rasul Allah Shallallahu alaihi wasallam : “Al-adlu
hasanun walakin fil umaraa’i ahsanu, as-sakhoo’u hasanun walakin fil
ghinaa’i ahsanu, al-wara’u hasanun walakin fil ‘ulamaa’i ahsanu,
ash-shobru hasanun walakin fil fuqoroo’i ahsanu, at-taubatu hasanun
walakin fis syababi ahsanu, al-hayaa’u hasanun walakin fin-nisaa’i
ahsanu“.
Artinya
: “Keadilan itu baik, tetapi lebih lagi pada para pemimpin.
Kedermawanan itu baik, tetapi ia lebih baik lagi pada orang-orang kaya,
wara’ itu baik, tetapi ia lebih baik lagi pada para ulama, shabar itu
baik, tetapi ia lebih lagi pada orang-orang faqir. Taubat itu baik,
tetapi ia lebih baik lagi pada para pemuda, malu itu baik, tetapi lebih
baik lagi pada para perempuan” (HR. Dailami).
Sesuai
petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits diatas, maka keadilan hendaklah
ditegakkan. Rasa keadilan adalah situasi naluriyah yang tumbuh pada diri
manusia. Perjuangan menegakkan keadilan berakar pada fitrah manusia dan
karenanya menjadi kepedulian setiap orang. Dari itu pula dapat
dikatakan semua orbit perjuangan manusia adalah perjuangan menegakkan
keadilan dan melawan kezaliman. Konsekuensinya situasi kemanusiaan tidak
boleh berpihak kepada ketidakadilan. Hukuman yang keras akan ditimpakan
kepada manusia yang berpihak kepada orang-orang yang dzalim.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al Qur’an surah Hud ayat 113 :
Artinya
: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada
mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak
akan diberi pertolongan“.
Lawan
daripada keadilan adalah kezaliman. Islam memandang kedzaliman sebagai
kemungkaran yang akan menghancurkan tata kehidupan. Jagat politik akan
terus menerus diwarnai kesewenangan, kediktatoran dan penindasan yang
diidentikkan dengan kerusakan. Kehidupan sosial diwarnai kerusakan,
kekejaman dan krisis sosial.
Kita
tidak boleh terjebak ke dalam bentuk tindakan kezaliman, bahkan setiap
individu harus terlibat dalam merespon seruan untuk melawan kezaliman,
apapun bentuknya. Legalitas perlawanan terhadap kezaliman tersebut
begitu jelas dan pasti sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam “Afdholul jihaadi kalimatu adlin (wa fi
riwayatin kalimatu haq) ‘imda sulthoonin jaairin“.
Artinya
: “Seutama-utama jihad adalah mengatakan yang haq kepada penguasa yang
zalim” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Abu Said
Al-Khudri Radhiallahu anhu).
Tegaknya
keadilan bukan hanya untuk kepentingan generasi sekarang tetapi
melainkan untuk lintas generasi. Dalam sebuah masyarakat yang menjunjung
keadilan, setiap manusia dapat terbebas dari segala bentuk tirani dan
akan membuahkan kesejahteraan sejati.
Di
sinilah letak kepentingan membangun institusi-institusi yang adil.
Secara teoritis pembangunan institusi yang adil harus dimulai dengan
komitmen penerapan keadilan prosedural sebagai hasil persetujuan melalui
prosedur tertentu dalam bentuk aturan, hukum atau undang-undang.
Selain
itu Islam memandang keadilan tidak hanya sebagai hak melainkan juga
kewajiban untuk saling menopang antar individu dan sekaligus menjadi
tonggak utama bangunan masyarakat, apapun agama. Keadilan menjadi tulang
punggung kehidupan sosial politik. Atas dasar itu Islam memberi bekal
bagi setiap individu berupa perangkat kaidah yang tidak hanya
mengarahkan perilaku, yang menentukan hubungan manusia dan dapat
menjamin dihormatinya HAM atas dasar keadilan, tetapi juga perangkat
keadilan prosedural yang mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal
mungkin perilaku manusia dari ketidakadilan. Sebab keadilan tidak hanya
diserahkan kepada individu, melainkan juga dipercayakan kepada prosedur
yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang baik. Dengan demikian
keadilan distributif, komutatif dan keadilan sosial akan terwujud.
Konsep
keadilan dalam Islam dipandang lebih tinggi dan luas cakupannya
daripada ide-ide dan konsep-konsep buatan manusia. Dalam Al Qur’an
cakupan penggunaan kata “adl” berlaku bagi segala bentuk hubungan
manusia : antar penguasa dengan rakyat, antar golongan, antar bangsa,
antar orang-orang bersengketa, antara orang-orang yang melakukan
perjanjian, di bidang muamalah, antara seseorang dengan kerabatnya,
antara suami dengan isteri-isterinya, antara orang tua dengan
anak-anaknya, dan lain sebagainya.
2. Masalah Kepemimpinan
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka “Kepemimpinan”
artinya, perihal pemimpin; cara memimpin. Dalam bahasa Inggris pemimpin
itu disebut leader, kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership.
Ada lagi istilah kepemimpinan secara spiritual dan empiris.
Pengertiannya, spiritual adalah kepemimpinan yang mampu mentaati
pemerintah dan larangan Allah dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
dalam semua aspek kehidupan. Secara empiris kegiatan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat (H. Nawawi Hadari, 2001 : 17 & 27).
Berdasarkan
Al Qur’an As Sunnah sebagai rujukan utama ummat Islam telah menampilkan
5 (lima) terminologi tentang kepemimpinan, yaitu :
1.
Al-Imam (QS, 25 : 74), bentuk jamaknya adalah al-aimmah, sebagaimana
disebutkan dalam hadits Shahih Bukhari Muslim. Imam artinya pemimpin
yang berada di depan (amaam). Istilah ini disamping populer dipergunakan
selain untuk kepemimpinan politik dan intelektual, ia juga dipakai
untuk kepemimpinan dalam sholat berjama’ah.
2.
Al-Khalifah, bermakna pemimpin yang mewakili, menggantikan dan siap
diganti oleh pelanjutnya (QS, 2 : 30). Karena para Khulafaur Rasyidin
selain menggantikan Rasul Allah Shallallahu alaihi wasallam sebagai
pemimpin, mereka juga melanjutkan risalah beliau, bahkan siap dan rela
bila kepemimpinannya dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin berikutnya. Dari
terminologi diatas, seorang pemimpin haruslah dalam posisi tidak
melanggengkan kekuasaannya, melainkan ia selalu beraktivitas bijak
termasuk mempersiapkan keberlanjutan kepemimpinannya ke generasi
berikutnya.
3.
Al-Malik, artinya raja. Hanya saja Al Qur’an mengaitkan status ini
dengan hakikat kerajaan sepenuhnya milik Allah saja. Sementara kekuasaan
kerajaan yang diberikan kepada manusia hanyalah bersifat nisbi, yang
semestinya digunakan untuk merealisir kemaslahatan kehidupan. Diantara
kemaslahatan tersebut adalah memunculkan kesentausaan bagi sang Raja dan
bagi rakyatnya, dengan sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan
Allah. Karenanya Allah menegaskan bahwa Dia lah Raja dari para Raja.
Oleh karenanya para raja di dunia ini haruslah menselaraskan diri dengan
hakikat kekuasaan yang mereka miliki dan tidak melampauinya agar tidak
muncul kehinaan dan kezaliman bagi kemanusiaan. Hal ini jelas diungkap
dalam QS. 3 : 26.
4.
Al-Amir artinya adalah seorang pemimpin yang dapat memerintah. Ia pun
berarti ism maf’ul (ojek) sehingga bermakna pemimpin yang dapat
dikoreksi oleh rakyatnya atau diperintah untuk memperbaiki diri oleh
rakyatnya. Seorang pemimpin dalam terminologi ini adalah seorang
pemberani dan berwibawa, sehingga ia dapat efektif memerintah melalui
perintahnya yang ditaati rakyat, ketika perintahnya itu benar. Ia dapat
berlapang dada untuk menerima perintah dari rakyat melalui koreksinya.
5.
Ar-Ra’i artinya adalah pemimpin yang senantiasa memberikan perhatian
kepada ra’iyah (rakyat) (HR. Bukhari Muslim). Dalam hadits Rasul Allah
Shallallahu alaihi wasallam sering mengingatkan bahwa peran kepemimpinan
yang selalu peduli kepada rakyatnya itu adalah di seluruh level
kepemimpinan. Beliau pun mengaitkan langsung korelasi positif timbal
balik antara’i dan ra’iyahnya. Keakraban semacam inilah yang bila
dilakukan seorang pemimpin tentu akan menciptakan iklim kepemimpinan
yang penuh empati, kepedulian dan kedekatan dengan rakyat. Oleh
karenanya sang pemimpin tidak akan berlaku zalim, aniaya dan semena-mena
dalam kebijakannya kepada rakyat (Dr. HM. Hidayat Nur Wahid, tt : 166).
Jika
berbicara tentang kepemimpinan secara mendalam, memang banyak ragam
yang harus diurai, tetapi dalam hal ini kita hanya membatasi pada
macamnya pemimpin, potensi kepemimpinan, budaya menjadi pemimpin dan
kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
No comments:
Post a Comment